Minggu, 12 Januari 2014

Dobrakan Berkebaya dari Bali

Kebaya-kebaya glamor dengan warna-warni meriah tampil diatas panggung di Sector Lounge and Golf Grand Bali Beach Hotel, Sanir, Bali, Jumat (13/12). Tidak hanya lewat bordir dan sematan payet, kebaya-kebaya itu terlihat makin ekstravagan dengan siluet bergaya Eropa. Kerah tinggi atau bentuk leher berlapis ataupun rok duyung bergelombang.

Itulah koleksi perayaan 13 tahun Monika Weber berkarya. Desainer yang bermukin di Bali itu telah lama memfokuskan diri pada kebaya dan gaun pengantin.

Untuk kali ini, Monika tampak lebih luas mencurahkan kreativitas, bahkan mungkin yang terlihat ekstrem dalam pemilihan warna. Hal tersebut, menurutnya, dilakukan sekaligus untuk mendorong keberanian tampil beda dalam berkebaya bagi publik Bali.
"Orang Bali kurang berani tampil beda, tapi itu tugas saya untuk memberikan pendidikan dengan memberikan aplikasi dan kombinasi yang lain sehingga kebaya yang digunakan, baik untuk acara adat ataupun acara pernikahan, tidak tampil gitu-gitu aja," kata Monika beberapa saat sebelum peragaan dimulai.

Dirinya mengaku tidak semua dari 60 kebaya yang dipamerkan 100 persen baru. "Ada 35 set yang benar-benar baru, saya kerja rodi selama sebulan penuh," kata pemilik Monika Home of Fashion, Art Kebaya anda Wedding Gown yang beroperasi di Jalan Tukad Yeh Aya 109, Renon, Denpasar, Bali, itu.

Fairy Tale.
Tema fairy tale (dongen) dipilih Monika dengan tujuan mempopulerkan kebaya ke luar negeri. Dalam peragaan yang dikemas ala pesta kebun lengkap dengan sangkar burung ekstra besar itu, tema tadi dituangkan dalam lima segmen koleksi.
Segmen-segmen tersebu tampak membedakan kecendrungan warna yang dipilih Monika. Misalnya segmen water yang dihadirkan dengan warna-warna biru dan perak. Segmen forest yang menampilkan dominasi warna hijau, kemudian ada pula segmen earth yang menggunakan warna-warna padang pasir, marun dan cokelat.

Untuk segmen keempat, bloom, desainer yang bergabung dengan Asosiasi Perancang Pengusaha MOde Indonesia (APMI) pada 2004 itu menggunakan warna mencolok seperti jinga, kuning, fusia, pink dan merah. Sementara itu, untuk segmen golden white, wujudnya tentu saja diwakili dengan warna-warna emas, putih, dan ragamnya.

Beberapa wujudnya ialah tenun endek khas Bali yang diolah menjadi bawahan bersiluet lebar ataupun menjadi rok duyung dengan padanan bahan tile berlapis dibagian bawah. Ia berharap paduan yang dikatakan unik dan chic tersebut bisa diterima pecinta mode internasional.

Kebaya dengan gaya itu pula digunakan Monika untuk segmen terakhir yang diperagakan model-model senior yang terkenal pada era 80-an di Bali.
"Saya tidak memberikan karya-karya vintage pada para model senior, sebab nanti mereka akan terlihat semakin vintage," kata dia tergelak.

Patron
Meskin mengusung tema kebarat-baratan bagi Monika kebaya haruslah tetap mencerminkan karakter Indonesia. Ia juga punya patron kebaya tersendiri.
"Menurut saya, keaya tetap harus lengan panjang, pas di badan, dan tidak menggunakan pernak-pernik yang berlebihan," kata desainer yang mengenyam pendidikan mode di Esmond itu.

Monika menjelaskan ada beberapa hal init yang harus diperhatikan untuk membuat gaun pengantin, diantaranya kebaya, bustier kain dan ekor. Saat membahas material yang digunakan kali ini, ia menuturkan banyak menggunakan kain-kain lokal termasuk sutra polos, tenun polos juga sutra dan tile.
Selama beberapa tahun mengusung kebaya ekstrem di Bali, Monika mengaku mendapat respons cukup baik. Kebayanya yang berdetail bulu atau dengan warna tidak biasa, seperti hitam dan fusia, justru sering disewa.

Bahkan pernah pula, kisahnya, ada calon pengantin yang sebenarnya sudah memiliki gaun tapi tetap datang kepadanya. Monika pun bangga ketika pasangan itu memilih mengenakan karyanya.


Sumber Media Cetak : Media Indonesia, 22 Desember 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar