MELEDAKNYA jumlah kelas menengah Asia dalam beberapa tahun belakangan selalu menjadi pusat perhatian. Banyak perusahaan konsumen berlomba-lomba menancapkan cakar di negara Asia, seperti halnya Tiongkok.
Kelas menengah Asia, yaitu mereka yang membelanjakan uangnya sebesar US$2-US$20 (sekitar Rp23 ribu-Rp230 ribu) per hari, kini telah mencapai 565 juta orang. Namun, budaya membeli mereka jauh berbeda dari konsumen kelas menengah di Barat. Dengan anggaran US$2 per hari, mereka tidak membeli kendaraan dan peralatan dapur.
Kajian terbaru Eden Strategy Institute di Singapura berupaya menyingkap kebutuhan dan kebiasaan berbelanja kelas menengah Asia yang ditaksir mencapai 3,5 miliar orang pada 2030. Sementara itu, 85% tingkat pertumbuhan terjadi di Tiongkok, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Melalui serangkaian pertanyaan yang bersinggungan dengan penghasilan rumah tangga dan belanja harian, kajian itu menemukan sejumlah hal menarik yang didapatkan dari responden dari Indonesia, India, Filipina, dan Vietnam.
Konsumen kelas menengah di negara-negara itu, contohnya, menilai persahabatan lebih tinggi daripada rumah. Namun, mereka memilih kehilangan tabungan daripada tempat tinggal. Mereka paling cemas jika harus jatuh sakit dan 70% di antaranya tidak memiliki asuransi.
McDonald’s baru saja membuka cabang di Vietnam, negara dengan penetrasi internet dan perangkat bergerak yang tinggi, tetapi lebih banyak responden yang memilih tidak memiliki ponsel daripada tidak dapat mengonsumsi makanan cepat saji.
Sementara itu, Filipina tercatat sebagai negara dengan tingkat kepemilikan smartphone dan komputer tertinggi dan Vietnam memiliki tingkat kepemilikan kartu kredit tertinggi di antara empat negara itu.
Saat para responden ditanya mengenai kemungkinan prioritas barang belanjaan jika penghasilan bertambah, India meraih posisi teratas dalam memilih telepon seluler dan barang elektronik. Di Indonesia, sekitar 20% responden menjawab obat, tertinggi di antara empat negara lain.
Saat ditanya mengenai hal yang tidak mungkin dipinggirkan, internet hampir menjadi jawaban semua responden. Namun, ada hasil nyeleneh seperti responden di Indonesia yang lebih memilih es krim ketimbang sampo.
Survei itu, yang diselenggarakan bersama Jana, perusahaan statistik perangkat bergerak, pemasaran, dan riset sosial, dikirim via layanan operator seluler ke 1.000 pengguna ponsel di Indonesia, India, Filipina, dan Vietnam.
Hampir 70% responden pria dan berusia rata-rata 24 tahun.
Menurut Eden Strategy Institute, masih terdapat lebih banyak upaya untuk memperbaiki survei, termasuk wawancara tatap muka dengan konsumen. (*/WSJ/E-4/MEDIA INDONESIA,07/04/2014,HAL:17)
Kelas menengah Asia, yaitu mereka yang membelanjakan uangnya sebesar US$2-US$20 (sekitar Rp23 ribu-Rp230 ribu) per hari, kini telah mencapai 565 juta orang. Namun, budaya membeli mereka jauh berbeda dari konsumen kelas menengah di Barat. Dengan anggaran US$2 per hari, mereka tidak membeli kendaraan dan peralatan dapur.
Kajian terbaru Eden Strategy Institute di Singapura berupaya menyingkap kebutuhan dan kebiasaan berbelanja kelas menengah Asia yang ditaksir mencapai 3,5 miliar orang pada 2030. Sementara itu, 85% tingkat pertumbuhan terjadi di Tiongkok, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Melalui serangkaian pertanyaan yang bersinggungan dengan penghasilan rumah tangga dan belanja harian, kajian itu menemukan sejumlah hal menarik yang didapatkan dari responden dari Indonesia, India, Filipina, dan Vietnam.
Konsumen kelas menengah di negara-negara itu, contohnya, menilai persahabatan lebih tinggi daripada rumah. Namun, mereka memilih kehilangan tabungan daripada tempat tinggal. Mereka paling cemas jika harus jatuh sakit dan 70% di antaranya tidak memiliki asuransi.
McDonald’s baru saja membuka cabang di Vietnam, negara dengan penetrasi internet dan perangkat bergerak yang tinggi, tetapi lebih banyak responden yang memilih tidak memiliki ponsel daripada tidak dapat mengonsumsi makanan cepat saji.
Sementara itu, Filipina tercatat sebagai negara dengan tingkat kepemilikan smartphone dan komputer tertinggi dan Vietnam memiliki tingkat kepemilikan kartu kredit tertinggi di antara empat negara itu.
Saat para responden ditanya mengenai kemungkinan prioritas barang belanjaan jika penghasilan bertambah, India meraih posisi teratas dalam memilih telepon seluler dan barang elektronik. Di Indonesia, sekitar 20% responden menjawab obat, tertinggi di antara empat negara lain.
Saat ditanya mengenai hal yang tidak mungkin dipinggirkan, internet hampir menjadi jawaban semua responden. Namun, ada hasil nyeleneh seperti responden di Indonesia yang lebih memilih es krim ketimbang sampo.
Survei itu, yang diselenggarakan bersama Jana, perusahaan statistik perangkat bergerak, pemasaran, dan riset sosial, dikirim via layanan operator seluler ke 1.000 pengguna ponsel di Indonesia, India, Filipina, dan Vietnam.
Hampir 70% responden pria dan berusia rata-rata 24 tahun.
Menurut Eden Strategy Institute, masih terdapat lebih banyak upaya untuk memperbaiki survei, termasuk wawancara tatap muka dengan konsumen. (*/WSJ/E-4/MEDIA INDONESIA,07/04/2014,HAL:17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar