SEJUMLAH penelitian membuktikan sarapan dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina anak sekolah. Gizi yang diperoleh dari sarapan membuat anak-anak lebih fokus dalam menangkap materi pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Sayangnya, menurut Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Hardinsyah, masih banyak anak yang melewatkan sarapan dalam kesehariannya. “Berdasarkan kalkulasi data kami, prevalensi anak-anak yang tidak sarapan sekitar 17%-59%,” ujar Hardinsyah dalam kampanye Pekan Sarapan Nasional (Pesan) yang diselenggarakan Sereal Sarapan Nestle dan merek minuman Milo di Jakarta, pekan lalu.
Selain itu, lanjut Hardinsyah, ada juga anak-anak yang sudah sarapan, tetapi kalorinya tidak mencukupi. Hal itu ditunjukkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang didasarkan pada penelitian terhadap 35 ribu anak usia sekolah. Disebutkan, 44,6% dari anak-anak tersebut sarapan dengan menu yang kalorinya kurang dari 15% kebutuhan energi sehari. Padahal, sarapan idealnya memenuhi 15%-30% kebutuhan kalori sehari.
Lebih lanjut guru besar Institut Pertanian Bogor itu menjelaskan sarapan anak idealnya mengandung 300-400 kalori. Terdiri dari unsur gizi seimbang yakni karbohidrat sebanyak 50%-60%,
protein 10%-15%, lemak 20%-25%, serta vitamin dan mineral.
“Kebutuhan gizi yang seimbang saat sarapan dapat diperoleh dari satu porsi makanan pokok. Bisa setengah piring nasi atau dua potong roti ditambah satu telur atau ayam, ikan, sebagai sumber protein. Satu irisan sayur seperti yang ada dalam sandwich, kalau ingin ce
pat, ya ada dua iris ketimun. Bisa juga semangkuk sereal dengan susu. Selain itu, jangan lupa minum air putih. Buahbuahan dapat dimakan belakangan,” paparnya.
Menu seperti bubur kacang hijau dan bubur ayam juga bisa menjadi pilihan karena mengandung unsur gizi lengkap.
Hardinsyah juga mengungkapkan berdasarkan naskah akademik Pesan yang dirangkum dari sejumlah penelitian dan literatur, tercatat di masa kini lebih dari 50% anak di perkotaan tidak terbiasa sarapan.
Hasil survey mengungkapkan beberapa faktor yang membuat anak tidak sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Faktor-faktor itu ialah tidak tersedianya makanan untuk disantap, makanan tidak menarik, jenis makanan yang disediakan monoton hingga membosankan, dan anak tidak cukup waktu karena harus berangkat sekolah pagi-pagi.
Atas dasar itu, Hardinsyah menekankan pentingnya peran orangtua terutama ibu untuk menyiapkan sarapan yang cukup gizi dalam waktu cepat dan menarik untuk anak-anak. Hal itu tentu menjadi sebuah tantangan.
Pasalnya, meski harus berangkat kerja di pagi hari, orangtua dituntut kreatif membuat menu sarapan agar menarik bagi anak-anak.
“Tapi sebenarnya itu semua bergantung pada komitmen orangtua. Kalau punya komitmen untuk memajukan anak-anak, mereka akan membuatkan sarapan. Intinya, adanya semangat, niat, dan keinginan untuk lebih baik.
Itu yang penting,” pungkas Hardinsyah. ( \*/H-3 / Media Indonesia, 19/02/2014)
Sayangnya, menurut Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Hardinsyah, masih banyak anak yang melewatkan sarapan dalam kesehariannya. “Berdasarkan kalkulasi data kami, prevalensi anak-anak yang tidak sarapan sekitar 17%-59%,” ujar Hardinsyah dalam kampanye Pekan Sarapan Nasional (Pesan) yang diselenggarakan Sereal Sarapan Nestle dan merek minuman Milo di Jakarta, pekan lalu.
Selain itu, lanjut Hardinsyah, ada juga anak-anak yang sudah sarapan, tetapi kalorinya tidak mencukupi. Hal itu ditunjukkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang didasarkan pada penelitian terhadap 35 ribu anak usia sekolah. Disebutkan, 44,6% dari anak-anak tersebut sarapan dengan menu yang kalorinya kurang dari 15% kebutuhan energi sehari. Padahal, sarapan idealnya memenuhi 15%-30% kebutuhan kalori sehari.
Lebih lanjut guru besar Institut Pertanian Bogor itu menjelaskan sarapan anak idealnya mengandung 300-400 kalori. Terdiri dari unsur gizi seimbang yakni karbohidrat sebanyak 50%-60%,
protein 10%-15%, lemak 20%-25%, serta vitamin dan mineral.
“Kebutuhan gizi yang seimbang saat sarapan dapat diperoleh dari satu porsi makanan pokok. Bisa setengah piring nasi atau dua potong roti ditambah satu telur atau ayam, ikan, sebagai sumber protein. Satu irisan sayur seperti yang ada dalam sandwich, kalau ingin ce
pat, ya ada dua iris ketimun. Bisa juga semangkuk sereal dengan susu. Selain itu, jangan lupa minum air putih. Buahbuahan dapat dimakan belakangan,” paparnya.
Menu seperti bubur kacang hijau dan bubur ayam juga bisa menjadi pilihan karena mengandung unsur gizi lengkap.
Hardinsyah juga mengungkapkan berdasarkan naskah akademik Pesan yang dirangkum dari sejumlah penelitian dan literatur, tercatat di masa kini lebih dari 50% anak di perkotaan tidak terbiasa sarapan.
Hasil survey mengungkapkan beberapa faktor yang membuat anak tidak sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Faktor-faktor itu ialah tidak tersedianya makanan untuk disantap, makanan tidak menarik, jenis makanan yang disediakan monoton hingga membosankan, dan anak tidak cukup waktu karena harus berangkat sekolah pagi-pagi.
Atas dasar itu, Hardinsyah menekankan pentingnya peran orangtua terutama ibu untuk menyiapkan sarapan yang cukup gizi dalam waktu cepat dan menarik untuk anak-anak. Hal itu tentu menjadi sebuah tantangan.
Pasalnya, meski harus berangkat kerja di pagi hari, orangtua dituntut kreatif membuat menu sarapan agar menarik bagi anak-anak.
“Tapi sebenarnya itu semua bergantung pada komitmen orangtua. Kalau punya komitmen untuk memajukan anak-anak, mereka akan membuatkan sarapan. Intinya, adanya semangat, niat, dan keinginan untuk lebih baik.
Itu yang penting,” pungkas Hardinsyah. ( \*/H-3 / Media Indonesia, 19/02/2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar