Jumat, 21 Maret 2014

Ilusi Busana Genius

Pekan mode Paris bukan hanya soal keindahan, melainkan teknik desain tingkat tinggi. Misalnya ilusi dua gaun dalam satu busana dari Dior dan tekstur bagai cincin melingkari pohon dari Issey Miyake.
SEBUTAN genius yang kerap diberikan kri tikus fesyen kepada desainer Raf Simons mudah dipahami. Di setiap koleksinya, desainer utama rumah mode Christian Dior itu selalu bisa membuat orang seperti merasa `dicubit'. Tentunya bukan cubitan menjengkelkan, melainkan kekaguman pada kreativi tas desain dan kepiawaian nya menampilkan karya secara indah.

Hal itu pula yang terlihat di Paris Fashion Week alias pekan mode Paris untuk busa na siap pakai koleksi musim gugur/dingin 2014 yang berlang sung akhir Februari hingga awal bulan ini. Desainer asal Belgia itu mengeluarkan busana penuh ilusi. Contohnya gaun a-line biru yang dari baliknya seolah tumbuh gaun lain.

Gaun pink pucat itu muncul hingga seperti merobek gaun biru pada bagian luar.

Efek yang sama juga muncul dalam gaun fuschia dengan rok tulip. Dari baliknya seolah muncul gaun ketat berwarna hijau terang. Simons menerapkan efek yang sama pada gaun jas.
Bagian sisi jas yang berdetail draperi itu seolah robek dan dari dalamnya terlihat gaun biru.

Permainan ilusi pun dibuat Simons lewat efek pashmina yang seolah menempel pada gaun. Salah satu wujudnya yaitu gaun putih dengan efek pashmina merah. Sebagian pashmina seolah terlilit di leher dan sebagian lagi jatuh ke sisi busana. Efek pashmina itu makin nyata dengan draperi warna merah pada sisi gaun.

Warna-warni kontras yang digunakan Simons memperjelas efek ilusi. Di sisi lain, gaun-gaun tetap itu terlihat cantik.
“Saya ingin menampilkan perempuan yang bebas dan memiliki banyak peluang dan kesempatan, termasuk dalam cara berpakaian,“ ujar Simons kepada Vogue.com, baru-baru ini.

Inovasi yang dimunculkan Simons bukan itu saja. Desainer berusia 46 tahun itu juga memberi tampilan baru pada bar jacket. Jaket atau blazer dengan pinggang kecil dan melebar di pinggul ini merupakan salah satu desain legendaris Dior. Di tangan Simons, jaket yang pertama dirilis pada 1947 itu dibuat lebih luwes. Bagian pinggulnya seolah dibiarkan jatuh.

Kepiawaian desain dan teknik olah bahan juga terlihat pada peragaan rumah mode Issey Miyake. Sang desainer kepala, Yoshiyuki Miyamae, mengangkat tema Rhythmatic forest.

Suasana hutan ia munculkan lewat bahan dengan tekstur ala lingkaran cincin pohon. Miyamae membuatnya dengan teknik steam-stretching. Dengan teknik yang dioperasikan program komputer itu, bahan jacquard dipanaskan hingga menyurut dan membentuk alur gelombang kecil.

Bahan itu kemudian diolah menjadi busana dengan bentuk-bentuk yang tidak biasa yang berkesan bebas, abstrak, tapi natural. Inilah cara Miyamae menghadirkan kesan kehidupan yang alami, tapi modern. Kesan modern juga terlihat dari bentukbentuk daun yang dimunculkan lewat motif-motif geometris.

Kemampuan Miyamae untuk terus menghidupkan karakter kreatif, canggih, sekaligus penuh pengerjaan ta ngan dari rumah mode itu pun disambut hangat para penonton. Mereka menghadiahi sang desainer dengan tepuk tangan panjang di akhir peragaan. Permainan motif Kecenderungan lain yang terlihat pada musim peragaan ini ialah permainan motif. Motif itu tidak hanya ditampilkan secara tegas, tapi juga samar.

Cara itu terlihat pada peragaan koleksi rumah mode Givenchy. Motif flora diterapkan secara samar oleh desainer Riccardo Tisci pada busananya yang kebanyakan berupa rok dan blus dengan potongan bias. Ditambah penggunaan bahan menerawang, hasilnya ialah koleksi yang sensual, malu-malu, dan feminin.

Meski begitu, koleksi tersebut tetap berbeda dari tren baju menerawang yang populer beberapa tahun belakangan. Pada koleksinya, Tisci memberikan karakter avant-garde dengan paduan busana bergaris tegas dan aksen garis tebal dengan warna menyala pada beberapa bagian busana.

Viktor & Rolf juga menonjolkan permainan motif. Namun, kesan yang ditampilkan lebih `dingin', modern, dan androgini. Motif digital lilitan kabel diterapkan baik pada blus, celana, ataupun terusan. Dengan dominasi warna monokrom dan hanya sedikit warna cerah, yakni oranye dan biru, yang digunakan, kesan dingin makin kuat dalam koleksi itu.

Di sisi lain, meski bentuk busana yang dibuat duo desainer Viktor Horsting dan Rolf Snoeren kini dinilai para kritikus makin komersial, ia tidak lantas terkesan biasa. Pada koleksi kali ini, selain lewat motif, Viktor & Rolf juga mempertahankan keunikan desain mereka lewat teknik trompe l'oeil. Teknik untuk membuat ilusi optikal itu diterapkan pada bidang bidang multibentuk dan multiwarna sehingga memberi kesan busana yang bertumpuk.
Sementara itu, desainer kelahiran Lyons, Prancis, Alexis Mabille tam paknya sedang senang menggunakan motif tartan. Ia menerapkan tartan di antaranya sebagai atasan atau , kardigan yang berlapis dan kemudian dipadankan dengan rok panjang ge lap.

Rumah mode Valentino juga bermain dengan motif. Namun desainer mereka, Maria Grazia Chiuri dan Pier paolo Piccioli, menggunakan motifmotif yang banyak ditampilkan pada lukisan-lukisan pop art Italia pada era 60-an dan 70-an. Acuan utama mereka ialah lukisan dari pelukis wanita pada zaman itu, Giosetta Fioroni, Carol , Rama, dan Carla Accardi.
Motif-motif polkadot besar dan , motif geometri ditampilkan dalam i warna cerah seperti hijau dan oranye yang kemudian dipadankan dengan , nuansa abu-abu. Busananya sendiri berupa blus, celana 7/8, hingga gaun kemeja. Dengan inspirasi itu, Valentino berusaha memberikan koleksi yang berbeda daripada sebelumnya. (M-1/MEDIA INDONESIA,16/03/2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar