KOLABORASI antara brand fesyen ritel dan para desainer ternama sudah banyak bermunculan di pasaran. Sebut saja kolaborasi H&M dengan Isabel Marant yang sempat menghebohkan dunia para pecinta fesyen dan kolaborasi ritel asal Amerika, Target, dengan desainer Inggris, Peter Pilotto. Di Indonesia, kolaborasi antara dua karakter yang berbeda seperti itu jarang terdengar. Namun, tahun ini langkah untuk menghubungkan desainer dengan brand fesyen siap pakai lokal dilakukan oleh Indonesia Fashion Week (IFW).
“Di dalam industri mode itu pelakunya kan banyak sekali, mulai pengusaha tekstil, desainer, perajin, hingga asosiasinya. Namun, selama ini kita jalan sendiri-sendiri. Padahal kita ingin menjadi salah satu negara pusat mode dunia,“ terang Dina Midiani selaku Direktur IFW 2014 di sela-sela penyelenggaraan yang berlangsung bulan lalu.
Atas kerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Garmen Indonesia (Apgai), IFW mengawinkan kreativitas desainer dan kemapanan brand ritel lokal. Deretan brand ternama seperti The Execu tive, Hammer, Coconut Island, dan Colorbox dipasangkan dengan desainer seperti Hannie Hananto, Deden Siswanto, Putu Aliki, dan Number 1, yakni desainer alumnus Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budiharjo. “Dengan adanya kolaborasi ini, segmentasi desainer dan brand yang awalnya berbeda jadi semakin luas, bukan?“ tambah Dina.
Nyatanya tidak banyak kesulitan yang dialami para desainer muda yang tergabung dalam brand Number 1 ketika berkolaborasi dengan Colorbox yang berkonsep modern, fun, dan dinamis. “Di sini kita benar-benar belajar. Karena ini kolaborasi pertama kita, jadi untuk menggabungkan dua ide awalnya memang sedikit bingung,“ papar Nindy, salah seorang desainer muda yang tergabung dalam Number 1.
Hasilnya, koleksi romantic preppy yang terinspirasi dari tren street style kitsch dan berkonsep city look itu memiliki benang merah dengan manipulasi cutting, cropped top, serta blocking warna dan bahan Colorbox sebelumnya.
Untuk memberikan tampilan yang sophisticated dan tetap bernuansa ceria, Number 1 menggunakan warna pink dan monokrom serta bahan-bahan katun, semileather, cotton embossed, wol, dan knit.
Pun Putu Aliki yang terkenal dengan gaya edgy mengaku antusias berkolaborasi dengan brand Coconut Island.
Bersama ahli dari bagian desain grafis Coconut Island, Aliki menciptakan grafis yang terinspirasi simbol keseimbangan dan pengetahuan, Ganesh alias Ganesa, untuk aplikasi sablon rancangan produk kali ini. “Saya buat tidak biasa. Kalau sablon biasanya diletakkan di tengah, sekarang saya letakkan di samping atau di pojok atas dan bawah,“ terang desainer penyuka street style itu.
Sementara itu, Deden Siswanto yang berkolaborasi dengan brand Hammer membuat tampilan yang sangat unik dan ekstrem layaknya ciri khas karakter rancangan Deden selama ini, tapi tetap siap pakai.
Adapun brand The Executive yang dikenal menyediakan koleksi untuk kalangan profesional muda justru hadir dengan warna yang berbeda pada kesempatan kali ini. Dengan menggandeng salah seorang desainer busana muslim, Hannie Hananto, label fesyen itu mantap memperkenalkan koleksi Lebaran 2014 setelah melihat pasar muslim di Indonesia yang cukup besar.
Dengan produksi massal, besar harapan langkah ini akan memberikan dampak yang besar terhadap kemajuan fesyen Indonesia di kancah global sekaligus ajakan kepada pecinta fesyen di Indonesia untuk lebih mencintai produk lokal. Fesyen tidak lagi dipandang sebagai perayaan dan kreativitas semata, tetapi sebagai bisnis yang tidak kalah pentingnya dari bisnis lain. (*/M-4/MEDIA INDONESIA, 16/03/2014)
“Di dalam industri mode itu pelakunya kan banyak sekali, mulai pengusaha tekstil, desainer, perajin, hingga asosiasinya. Namun, selama ini kita jalan sendiri-sendiri. Padahal kita ingin menjadi salah satu negara pusat mode dunia,“ terang Dina Midiani selaku Direktur IFW 2014 di sela-sela penyelenggaraan yang berlangsung bulan lalu.
Atas kerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Garmen Indonesia (Apgai), IFW mengawinkan kreativitas desainer dan kemapanan brand ritel lokal. Deretan brand ternama seperti The Execu tive, Hammer, Coconut Island, dan Colorbox dipasangkan dengan desainer seperti Hannie Hananto, Deden Siswanto, Putu Aliki, dan Number 1, yakni desainer alumnus Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budiharjo. “Dengan adanya kolaborasi ini, segmentasi desainer dan brand yang awalnya berbeda jadi semakin luas, bukan?“ tambah Dina.
Nyatanya tidak banyak kesulitan yang dialami para desainer muda yang tergabung dalam brand Number 1 ketika berkolaborasi dengan Colorbox yang berkonsep modern, fun, dan dinamis. “Di sini kita benar-benar belajar. Karena ini kolaborasi pertama kita, jadi untuk menggabungkan dua ide awalnya memang sedikit bingung,“ papar Nindy, salah seorang desainer muda yang tergabung dalam Number 1.
Hasilnya, koleksi romantic preppy yang terinspirasi dari tren street style kitsch dan berkonsep city look itu memiliki benang merah dengan manipulasi cutting, cropped top, serta blocking warna dan bahan Colorbox sebelumnya.
Untuk memberikan tampilan yang sophisticated dan tetap bernuansa ceria, Number 1 menggunakan warna pink dan monokrom serta bahan-bahan katun, semileather, cotton embossed, wol, dan knit.
Pun Putu Aliki yang terkenal dengan gaya edgy mengaku antusias berkolaborasi dengan brand Coconut Island.
Bersama ahli dari bagian desain grafis Coconut Island, Aliki menciptakan grafis yang terinspirasi simbol keseimbangan dan pengetahuan, Ganesh alias Ganesa, untuk aplikasi sablon rancangan produk kali ini. “Saya buat tidak biasa. Kalau sablon biasanya diletakkan di tengah, sekarang saya letakkan di samping atau di pojok atas dan bawah,“ terang desainer penyuka street style itu.
Sementara itu, Deden Siswanto yang berkolaborasi dengan brand Hammer membuat tampilan yang sangat unik dan ekstrem layaknya ciri khas karakter rancangan Deden selama ini, tapi tetap siap pakai.
Adapun brand The Executive yang dikenal menyediakan koleksi untuk kalangan profesional muda justru hadir dengan warna yang berbeda pada kesempatan kali ini. Dengan menggandeng salah seorang desainer busana muslim, Hannie Hananto, label fesyen itu mantap memperkenalkan koleksi Lebaran 2014 setelah melihat pasar muslim di Indonesia yang cukup besar.
Dengan produksi massal, besar harapan langkah ini akan memberikan dampak yang besar terhadap kemajuan fesyen Indonesia di kancah global sekaligus ajakan kepada pecinta fesyen di Indonesia untuk lebih mencintai produk lokal. Fesyen tidak lagi dipandang sebagai perayaan dan kreativitas semata, tetapi sebagai bisnis yang tidak kalah pentingnya dari bisnis lain. (*/M-4/MEDIA INDONESIA, 16/03/2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar