CHINA punya wajah berbeda di Xin jiang, yang terletak di barat daya negeri itu. Di sana, 47 kelompok etnik meramu kehidupan.
Ismar Patrizki, pewarta foto kantor berita Antara, bertandang ke sana tiga pekan, waktu yang menurutnya tak cukup buat menjelajah secara maksimal.
Namun, Ismar mengaku beruntung bisa memotret kebahagiaan yang sederhana suku Uyghur, etnik minoritas di Xinjiang saat merayakan Idul Fitri 1434 H.
Perjalanan Ismar di Xinjiang bisa disimak dalam pameran foto Bianglala Xinjiang di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, Jakarta, hingga 28 Maret.
Pada pameran tunggal keduanya, Ismar membawa mata kita ke kawasan yang berbatasan langsung dengan Pakistan, Tajikistan, Uzbekistan, Kirgizstan, dan Kazakhstan itu.
Secara kultural beberapa etnik di sana lebih dekat dengan negara-negara tetangganya tersebut dibanding China.
Namun, etnik Han yang mendominasi China kini menjadi mayoritas di sana. Mereka dimobilisasi ke Xinjiang untuk mengawal kehidupan ekonomi dan menjaga wilayah perbatasan.
Maka etnik-etnik lain pun kemudian menjadi minoritas, yaitu Uygur dan Kazakh yang merupakan pemeluk Islam, Mongol yang mendiami kawasan stepa di Xinjiang Utara, Daur yang menganut aliran kepercayaan Shaman, dan etnik Rusia yang masuk pada sekitar abad ke-18.
Setiap etnik punya pembedanya masingmasing. Mereka punya sejarah dan adat istiadat sendiri, tetapi sama-sama menggantungkan hidup pada alam.
Idul Fitri bersahaja itu dirayakan dengan salat Id oleh warga Uygur, serta dengan acara makan bersama etnik Kazakh di pelosok Kota Tacheng.
Ada pula pesta ala pedesaan yang memadukan warga nonmuslim dari etnik Mongol di padang rumput Chagankule. Mereka merajut kebersamaan untuk bertahan dari dominasi etnik mayoritas.
Xinjiang pun menjadi aksen yang menarik karena dilintasi jalur perdagangan Jalur Sutra yang menghubungkan China, Eropa, dan India. Potret wajah-wajah mereka bisa diterjemahkan dalam banyak makna oleh kita. (M-3/MEDIA INDONESIA,23/03/2014, HAL:23)
Ismar Patrizki, pewarta foto kantor berita Antara, bertandang ke sana tiga pekan, waktu yang menurutnya tak cukup buat menjelajah secara maksimal.
Namun, Ismar mengaku beruntung bisa memotret kebahagiaan yang sederhana suku Uyghur, etnik minoritas di Xinjiang saat merayakan Idul Fitri 1434 H.
Perjalanan Ismar di Xinjiang bisa disimak dalam pameran foto Bianglala Xinjiang di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, Jakarta, hingga 28 Maret.
Pada pameran tunggal keduanya, Ismar membawa mata kita ke kawasan yang berbatasan langsung dengan Pakistan, Tajikistan, Uzbekistan, Kirgizstan, dan Kazakhstan itu.
Secara kultural beberapa etnik di sana lebih dekat dengan negara-negara tetangganya tersebut dibanding China.
Namun, etnik Han yang mendominasi China kini menjadi mayoritas di sana. Mereka dimobilisasi ke Xinjiang untuk mengawal kehidupan ekonomi dan menjaga wilayah perbatasan.
Maka etnik-etnik lain pun kemudian menjadi minoritas, yaitu Uygur dan Kazakh yang merupakan pemeluk Islam, Mongol yang mendiami kawasan stepa di Xinjiang Utara, Daur yang menganut aliran kepercayaan Shaman, dan etnik Rusia yang masuk pada sekitar abad ke-18.
Setiap etnik punya pembedanya masingmasing. Mereka punya sejarah dan adat istiadat sendiri, tetapi sama-sama menggantungkan hidup pada alam.
Idul Fitri bersahaja itu dirayakan dengan salat Id oleh warga Uygur, serta dengan acara makan bersama etnik Kazakh di pelosok Kota Tacheng.
Ada pula pesta ala pedesaan yang memadukan warga nonmuslim dari etnik Mongol di padang rumput Chagankule. Mereka merajut kebersamaan untuk bertahan dari dominasi etnik mayoritas.
Xinjiang pun menjadi aksen yang menarik karena dilintasi jalur perdagangan Jalur Sutra yang menghubungkan China, Eropa, dan India. Potret wajah-wajah mereka bisa diterjemahkan dalam banyak makna oleh kita. (M-3/MEDIA INDONESIA,23/03/2014, HAL:23)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar